Jurnalis di NTB kumpulkan ID Pers dan tabur bunga di depan gedung dewan DPRD NTB. Photo: rnetnews.com |
Aksi protes ini diawali dengan langkah mundur para
jurnalis dari depan Bank NTB menuju Gedung DPRD NTB, merefleksikan penolakan
terhadap ‘kemunduran pemikiran’ oleh para penggagas dan penginisiasi draf RUU
Penyiaran. Demonstrasi ini tidak hanya menarik perhatian publik tetapi juga
menggugah kesadaran kolektif akan pentingnya kebebasan pers.
Di tengah kerumunan massa aksi, Ketua Ikatan Jurnalis Televisi
Indonesia (IJTI) NTB, Riadis Sulhi, berdiri teguh menyampaikan
orasi yang berapi-api. “Kami tidak akan tinggal diam melihat kebebasan pers
kita terancam oleh RUU Penyiaran ini, Kami menuntut agar pasal-pasal yang
menghambat kebebasan pers dan independensi media dihapuskan dari RUU ini.”
Tegas Riadis.
Dengan nada yang lantang, ia menambahkan, “Tidak ada negosiasi dan
toleransi dengan Rancangan Undang-Undang Penyiaran yang akan mengebiri fungsi
dan tugas pers di lapangan. DPR harus mencabut lima pasal kontroversial yang
rentan mengkriminalisasi pers.”
Seruan Riadis Sulhi bergema, menyerukan kembalinya marwah Dewan Pers
sebagai mediator utama dalam sengketa redaksional, dan meminta agar pers
diizinkan bekerja sesuai kode etik dan perlindungan undang-undang nomor 40,
dengan menegaskan bahwa jurnalisme investigasi adalah nyawa dari kebebasan
pers.
Dalam solidaritas yang mengharukan, peserta aksi mengumpulkan ID Pers
mereka, meletakkannya di depan pintu gerbang Gedung Dewan, dan menaburkan bunga
sebagai simbol berkabung atas demokrasi dan kebebasan pers yang terancam.
Perwakilan dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) NTB, Aliansi Jurnalis
Independen (AJI) Mataram, Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) NTB, dan
Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) NTB, secara bergantian, menyuarakan empat
poin kunci dalam pernyataan sikap mereka:
- Penolakan terhadap segala bentuk RUU
Penyiaran yang mengekang kebebasan pers.
- Desakan kepada DPR untuk meninjau ulang
pasal-pasal yang membatasi kewenangan jurnalisme investigasi.
- Permintaan revisi pada pasal-pasal yang
memberikan kewenangan kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk
menyelesaikan sengketa pers.
- Seruan revisi pada pasal yang berkaitan
dengan kebebasan berekspresi, terutama terkait ancaman kabar bohong dan
pencemaran nama baik.
Aksi ini merupakan manifestasi dari komitmen berkelanjutan organisasi
pers di NTB untuk mengadvokasi kebebasan pers. Mereka mengajak masyarakat untuk
bersama-sama mengawal proses pembahasan RUU Penyiaran, menyerukan solidaritas
untuk mempertahankan demokrasi dan kebebasan berekspresi di Indonesia, dengan
keyakinan bahwa suara rakyat harus didengar dan kebebasan pers harus
terlindungi.(red.)
0Komentar
Berkomentar dengan mencantumkan link promosi otomatis kami hapus.